Chemnitz adalah salah satu dari 3 kota terbesar di Sachsen, Jerman. Dikenal juga sebagai Kota Karl Marx. Makanya ada satu tempat yang bisa dikunjungi disini yaitu patung kepala Karl Marx. Sejujurnya sih belum pernah niat banget ngelilingin Chemnitz hehe. Jangan ngebayangin kota ini serupa dengan Berlin atau kota-kota lainnya di Jerman. Nama Chemnitz aja baru pertama kali di denger kan ya? Hihihi. Karena kotanya memang ga terlalu besar dan penduduknya ga padat. Sedikit anak mudanya dan banyak sekali kakek dan neneknya.. hhmm.
Patung Karl Marx
(wikipedia.co.id)

Transportasi 
Transportasi yang dipakai disini ada tram, bus, dan straßenbahn. Kalau mahasiswa disini biasanya punya kartu mahasiswa yang bisa digunakan untuk naik transportasi disini gratis. Special untuk mahasiswa Chemnitz, kartu ‘sakti’ itu bisa digunain sampai keliling Sachen seperti dikota Leipzig, dan Dresden. Tapi untuk tiket hariannya diluar Chemnitz ga berlaku. Uniknya disini juga ada tiket Eizenfahrt yang bisa dibeli untuk pemakaian tram dan bus selama sejam setelah pembeliannya. Harganya 2,2 Euro. Ada juga tiket Tageskarte 4,4 Euro untuk seharian. Makanya kalau mau kelilingin kota ini bisa beli tiket Tageskarte. Oia kalau jalan2 nya keroyokan alias banyakan, bisa dapet harga tiket itu lebih murah. Beli tiketnya bisa di dalam tram, atau di supir bus.

Makanan
Sebagai kota yang termasuk dalam benua Eropa, makanan yang banyak banget dan mudah ditemuin disini pastinya kayak roti, keju, susu, pasta, dan salad. Sampai sering kerabat di Indonesia nanya, “Thif, disana makan roti ya?” “Thif, disana ada nasi?” iya makan roti. Disini ada nasi. Tetep sih lidah mah Indonesia poenya. Hehe. Jadi makanan pokok kami disini tetep nasi. Cuman kalau mau beli nasi yang mirip Indonesia, lebih mahal. Jadi kami beli nasi yang ga kering banget kayak buat nasi goreng, tpi juga ga se pulen yang biasanya. Kami sampai skrg belum pernah beli beras yang kilo-an gitu. Sebenernya ada kayaknya, cuman belum ketemu yang tempat belanjanya deket dari asrama. Jadinya beli yang kardusan. Isinya udah dipisah per plastic yang ada bolong-bolong nya 4 buah. Masaknya bisa di rebus atau di gunting plastiknya buat dimasak di rice cooker. Dengan packaging yang di plastik gini juga akhirnya bisa buat lontong. 

Kalau soal daging halal, ada beberapa toko daging yang memang ngejual ayam dan daging halal. Kalau di Mart seperti Edeka, Penny, Netto (disini banyak cabangnya) kami paling kalau mau beli daging ayam yang merk nya Wiesenholf karena udah jelas ada label halal nya. Ikan sih semua aman ya. Trus.. banyak banget daging babi dalam berbagai bentuk. Banyaknya sih jadi kayak sosis. Disini sering nyebutnya salami. Walaupun ada juga salami yang katanya ga cuma dari daging babi. Oia yang suka sosis kayak saya, disini sosis kebanyakan ga aman untuk dikonsumsi orang muslim ya. Jadinya, kalau ga setok dari keberangkatan, mungkin bisa dibawa atau titip orang Indo yang lagi pulang. Hehe. 

Di Eropa surganya roti. Dari roti gandum, roti sandwich, roti butter, roti olahan dengan berbagai macam isi banyak banget dan harganya murah (kami selalu membandingkan sama harga di Sendai ya). 1 tumpuk roti isi 20 slice, harganya 0,85 Euro. Jadi roti macam ini biasanya selalu ada di rumah buat iseng nyemil. Hehe. Secara umum bahan2 masakan ada semua sih. Kalau mau masak masakan asia, biasanya beli di toko asia di Zentrum. Tahu tempe juga adanya disana aja. Kalau bahan2 yang belum saya temuin selama kurang lbh 2 bulan ini kayak labu siam, kencur, dan bebrapa yang lain. Jadi kalau ada yang mau stay lama disini, mgkin bisa bawa bumbu bubuk sendiri dari rumah. Karena bisa jadi ada disini bahannya tapi ga seenak yang di Indo kayak misalnya kecap -.-

Ada satu yang unik disini menurut saya yaitu... (Part 2)
Satu kebiasaan baru yang seru menurut saya selama awal-awal di Sendai adalah bawa sejadah di dalam tas. Sewaktu pergi ke kota misalnya dan masuk waktu sholat, kami cari spot tempat yang agak sepi untuk beberapa menit sholat ditempat. Lalu lanjutin lagi urusan kepergiannya. Pertama kali saya liat suami nyantai banget ngajak sholat di samping restoran. Memang agak mojok sih tempatnya. Tapi dibelakang dan samping tempat itu, pejalan kaki bisa sangat mudah liat kita ibadah. Liat yang berhijab juga jarang bangeet. Sekali liat di stasiun, rasanya kegirangan sendiri. Senyum-senyum sendiri. Ini asli, girangnya ngeliat sesama muslimah di jalan lebih besar dari rasa girangnya saya waktu pertama kali mendarat di Jepang. Ya Allah… begini ternyata rasanya tinggal di negara minoritas. Oh iya, mungkin karena saya pendatang baru, jadi peka aja kalau ada yang ngeliatin pas lagi jalan. Berasa… artis (?) *lah. Haha. Tapi setelah tinggal di Jerman nanti, ternyata ujian jadi orang minoritas di Sendai belum ada apa-apanya lebih dari di Jerman.

Saya punya waktu kurang lebih sebulan untuk dapet visa ke Jerman. Rasa-rasanya ga mungkin karena sewaktu masa-masa persiapan menikah udah sempet telpon kedutaan Jerman, cari-cari info dan hasilnya makan banyak waktu berbulan-bulan. Orang tua juga udah nyari tau gimana cari cara cepetnya. Pergi ke Jepang pun, buat saya ada kemungkinan untuk pulang lagi ke Indo dan LDR-an dengan suami yang visa Jermannya sudah jelas bisa selesai sebelum keberangkatan. Bismillah… usaha dari berhubungan dengan pihak kedutaan Jerman di Jepang berbuah hasil. Berkat doa dari orang tua kami pastinya, Allah mempermudah prosesnya. Alhamdulillah H-sekian hari keberangkatan visa saya keluar dari kedutaan Jerman di Jepang. Ga nyangka sebenernya. Makin percaya, rezeki kita gakan ketuker sama orang lain kalau Allah udah garisiinnya begitu. Pun kalau saya balik dulu ke Indo sambil urus visa disana, ga masalah. Allah tau yang terbaik. Percaya aja sama Allah..

31 Januari 2017, pertama kalinya injek kaki di tanah Eropa. Di kota Chemnitz, Jerman tepatnya. Jadi inget, waktu kami persiapan kesini, Abi di depok kirim berita via Whatsapp bahwa Eropa sedang musim dingin ekstrim. Saking dinginnya sampai-sampai ada hewan Berang yang mati kedinginan. Duh, makin aja pikirannya udah yang ngga-ngga. Segitu dinginnya kah? Saat itu kami datang disambut salju lebat. Langit putih bersih. Di jalan salju bisa setinggi 5cm lebih. Bersyukurnya lagi adalah ternyata suhunya ga sedingin di Sendai walaupun temperaturnya lebih rendah. Pernah waktu itu 2 derajat di Chemnitz, rasanya kayak 9 derajat di Sendai mungkin. Kalau kata suami karena di Chemnitz udaranya lebih lembap, sedangkan di Sendai lebih kering. Ini dia, tiba-tiba saya sadar.. bahwa Allah tau saya belum kuat suhu dingin makanya dikirim dulu di Sendai. Ngerasain kerasnya suhu dingin yang nusuk kulit. Di Chemnitz malah kulit kering-kering sembuh total. MasyaaAllah..

Lingkungan sekitar Asrama di Chemnitz

Ada hal lain yang buat saya cukup merasa terintimidasi saat baru sampai di Jerman yaitu tatapan orang-orang di sepanjang kami datang sampai saat ini.. (?) Sewaktu di bandara, saat mau passport control, bapak-bapak yang nge-cek saya dan suami lamaaaaaa banget nge lolosinnya. Raut wajahnya udah deh, rasanya kayak kami punya catatan criminal. Kami diem aja, banyak dzkir.. agak mikir kalau tau-tau kami berdua ga diizinin masuk atau ga lolos cek paspor gimana. Alhamdulillah atas izin Allah saya lolos duluan, dan suami menyusul karena mesti nunjukkin dokumen terkait urusannya di Chemnitz . Baru aja masuk ‘gerbang pertama’ di Eropa. Perasaan masih harap-harap cemas gimana nanti tinggal disini berbulan-bulan? Belum cukup disitu, pas keluar dari area bagasi, ternyata lebih banyak lagi pasang mata yang ngeliat kami agak aneh. Saya makin banyak diam. Mau cepat-cepat ke tempat istirahat, padahal posisi saat itu ga mungkin kami cepet-cepet pergi karena gatau mesti pergi kemana dan arah mana. No wifi connection yang kami temuin saat itu. Yang tadinya janjian sama Mba2 Indo, gatau lagi mesti kontak via apa.. kebayang kah seberapa sepi & mininya bandara ini? Hehe. Pas itu, waktu sholat dzhur udah masuk. Mau keluar bandara, gatau mau pergi kearah mana. Alhasil kami sholat di bandara. Dimana? Di chapel (tempat ibadah ummat kristiani) yang disediain bandara mini ini. Karena kosong, kami masuk untuk sholat sekalian bawa koper2 supaya aman. Alhamdulillah gada yang cegah atau ngusir pas lagi sholat.. :)

Cukup banyak yang kami alami sampai akhirnya bisa tinggal di asrama kampus. Semua itu ga lain karena banyaknya bantuan dari orang-orang Indonesia yang sedang study di wilayah Chemnitz. Kalau di flashback kejadian setelah sholat di bandara itu, ga sengaja akhirnya ketemu Mba2 Indo yang ternyata udah nungguin & khawatir sama kami, naik tram sambil bawa 4 koper ini, ngobrolin soal permasalahan pengungsi yang ternyata (mungkin salah satunya) ngebuat warga Chemnitz ga suka dengan yang berhijab, dorong-dorong koper ditengah-tengah timbunan salju di sore hari yang udah gelap, urus registrasi residence, dan banyak hal lainnya. Allah tetep Maha Baik. Dia mau kami lebih kuat untuk hadepin kehidupan setelah ini dengan berbagai ujian baru. Tinggal bagaimana kita lihat dari katacama hikmahnya, bahwa semuanya terjadi pasti karena ada sesuatu. Pesan. Entah besok atau tahun depan kami akan lalui scenario hidup yang seperti apa. Kami sadar, yang paling patut di sandarkan cuma ke Allah aja. He is The Best Planner, indeed.. 

Manusia umumnya banyak menyerencanakan hidupnya dalam garis yang ideal. Mau berkarir nya disini. Planning nikah tahun sekian. Punya barang impian tahun ini dan banyak lagi. Ga salah, toh namanya juga rencana. Ya semaunya di impiin, kemudian direalisasikan lewat usaha-usaha. Tapi nih ya, ga jarang juga planning yang udah ketulis ternyata ga sesuai garisnya dan garis-Nya. Ujung-ujungnya ga kesampean. Pas di telisik bukan karena kita nya yang kurang giat usaha, tapi ternyata ada rencana-Nya yang jauh lebih baik. Belajar dari diri sendiri… sewaktu SMA punya impian keliling dunia. Banyak negara ikutan ditulis di mading kamar kala itu. Jepang, korea, Mekkah, sampai New Zealand juga ditulis. Tiap liat mading di kamar, hati udah nerawang kalau emang kaki ini bisa napak di negara-negara tersebut.
Sewaktu kuliah, niat dan mimpi bisa keluar negeri makin kuat. Mau tinggal diluar negeri dan ‘ngisi’ pengajian TKW atau Tenaga Kerja Wanita diluar negeri. Ngimpiin aja dulu, padahal ga punya gambaran apa-apa soal kondisi TKW atau Trainee diluar selain yang saya tau dari berita di TV. Tapi saya sangat sadari kalau saya ga banyak usaha untuk ngejar itu. Banyak berkutat di organisasi kampus yang akhirnya menimbun impian-impian itu dalam tumpukan-tumpukan deadline lain yang ga kunjung selesai. Dan sampai ada di satu titik. Saya gamau muluk-muluk. Salah banget sih ini kalau dipikir-pikir. Gada yang salah dari menggariskan impian setinggi langit atau seluas samudra. Wong yang punya langit dan samudra itu Allah. Jadi ngarep aja sama Yang Punya.

Satu bulan setelah wisuda S1 saya bulan November 2016. Saya menikah di bulan Desember 2016. 6 hari setelah pernikahan langsung dibawa ke Sendai, Jepang. Sebulan setelahnya diajak ke Chemnitz, Jerman. There must be something! Impian-impian itu ternyata ga tertimbun. Kalau udah di lafadzkan di penghujung doa. Mereka kemudian melangit dan menggantung disana. Semuanya didengar sama Sang Pemilik Hati. Allah tau banget saya ‘pernah’ mau ngerasain tinggal di luar negeri. Bab-bab hidup setelah menikah ini yang kemudian saya sangat sadari bahwa Allah adalah yang paling tau kelemahan saya kemudian membuat sebaik-baik rencana.
Alhamdulillah tanggal 2 Januari, saya lihat langsung wujud negeri sakura. MasyaaAllah, bukannya saya ngerasa sangat sangat sangat antusias. Tapi sampai saya ada di Jepang waktu itu, hati saya kalem-kalem aja. Berasa ga diluar negeri. Tenang… banyak diem ngeliatin perubahan kondisi yang saya liat antara Indonesia dan Jepang. Intinya, saya banyak belajar & observasi. Mungkin karena niat awal dateng ke Jepang bukan liburan tapi menetap, jadi kaki ga jingkrak-jingkarakan dan mulut ga menganga liat indahnya dan damainya negara satu ini.. hehehe (ga gitu juga ya saking senengnya) Alhamdulillah wa syukurillah, dari kondisi hati & mental yang begitu santainya. Deadline buat residence card, visa dll untuk ke Jerman sebulan setelahnya ga diganggu sama luapan hati yang ga sabar untuk jalan-jalan di Jepang. Bahasa lainnya sih honeymoon *ehem. Saat itu di Sendai dingin pake ‘banget’. Apa kulit saya yang tropis banget ya. Kulit pada ngering dan luka-luka. Disatu sisi bersyukur banget bisa liat salju pertama kalinya. Disisi lainnya saya mesti sabaaar banget buat ngelawan suhu sedingin itu dengan kulit yang pecah-pecah.

Pemandangan dari balkon apato.
Satu kebiasaan baru yang seru menurut saya selama awal-awal di Sendai adalah... (PART 2)

Pengalaman ini saya alami waktu awal-awal datang ke Jepang. Tepatnya di Sendai di hari ketiga. Bermula dri nyari toko namanya Ohta disekitar apato. Dua kali suami udah ngasih tau ada semacam papan denah menuju toko Ohta ini. Oke, saya yakin bisa ikutin jalurnya meskipun waktu itu ga terlalu meratiin bgt arahnya kemana dn dimana.. (modal pede dulu aja.. 🙈). Jadilah kemarin, tepat hari pertama suami mulai masuk kampus, saya ditantang buat beli jahe. Ya, jahe kayaknya enak kalau dimusim dingin begini..


Bada dzhur saya keluar apato, relax.. serasa udah lama lewatin jalanan sekitar sini. Krna udah yakin sama toko itu.. jadilah saya buka pintunya tapi kok ga bisa dibuka ya? Saya liat kedalam dri jendela kok gada buah2 sama sayuran?? Saya chat suami.. "Bukan itu tempatnya. Itu toko beras.." 😨

Ternyata salah rute, mestinya di belokan kiri pertama setelah apato. Oke, saya jalan lagi kesana. Alhamdulillah pas di toko beras tadi ga banyak org.. mgkin saya disangka apa2 krna berdiri dideket toko & moto2in toko buat nanya suami. Nah, ketemu toko lain.. dengan pede nya masuk. Depannya ada tulisan halal gitu.. lah tapi masih gada juga buah2 sama sayuran. Alhasil..salah masuk toko lagi. Itu toko halal..jual bahan2 makanan halal. "Tokonya sebelah toko halal.." chat suami. Duh, coba tdi jalan dikit kedepan mgkin udh keliatan tulisan Ohta gede2 gitu.. tapi gpp, yg pntg ketemu. Alhamdulillah..

Masuklah di toko Ohta.. Alhamdulillah anget.. tpi mendadak agak2 dingin krna saya gatau letak jahe dimana. Apa jahe di indonesia sama di jepang beda ya? Mulai macem2 mikirnya. Udah muter2.. ada satu yg 'mirip' jahe. Saya pegang dlu.. tpi krna ragu2, saya tanya bapak2 org asing yg juga lg belanja sama baby nya. "Excuse me, sir. Is it ginger?"... bapaknya nyureng alisnya... di endus2 wangi yg saya kira jahe "I don't think so..." waah... salah kaan.. bapaknya dgn baik hati nunjukin letak jahe dan ternyata jahenya udh kekupas.. pantesan ga ngenalin #alibi.. 😅. Sampai diajarin b.jpg nya jahe apa.. "Ginger in Japan is Shouuga. This is Shouuga." Hehehe.. thank you, sir. Alhamdulillah misi saya selesai. Meskipun ada adegan salah toko.. 😂
.

Jahe Jepang

Intinya jangan takut nanya, pede aja.. 😊😷 .